Jumat, 03 Mei 2013

Makalah Pemahaman Pribadi Siswa


MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
“PEMAHAMAN PRIBADI SISWA “ 




Disusun oleh:
LINDA RAHMAWATI
1201070034
Semester 2 B


PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2013

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, merupakan ucapan rasa terimakasih yang pantas atas rahmat dan krunia yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemahaman Pribadi Siswa” dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Peserta Didik . Pada penulisan makalah ini saya berusaha untuk menyajikan tulisan yang terbaik. Makalah ini selesai dengan baik dan tepat waktu karena adanya dukungan dan doa kedua orang tua serta bimbingan dari dosen. Oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dukungannya.
Dalam penulisan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan saya sendiri, namun hal ini merupakan salah satu proses menuju kebaikan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar memotivasi saya.
Trimakasih , dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


Purwokwero , 11 April 2013


Penyusun


DAFTAR PUSTAKA


BAB III PENUTUP. 32


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Seorang guru ada adalah untuk menghasilkan siswa yang baik, baik dalam artian sikap maupun kecerdasan otaknya. Untuk mencapai tujuan tersebut guru tidak hanya dituntut untuk mengetahui perkembangan siswa namun diimbangi juga dengan pengetahuan pribadi siswa dalam kegiatan belajar. Perlunya pemahaman akan pribadi siswa adalah untuk mengetahui karakteristik seorang siswa dalam memahami pelajaran dalam proses belajar. Pemahaman antar seorang siswa dengan siswa yang lain berbeda-beda baik secara kognitif, afektif dan pskomotor. Maka pemahaman guru akan pribadi siswa adalah sangat penting untuk menjadi tolak ukur seorang guru dapat mengajar dengan baik.
Di dalam kegiatan belajar mengajar guru biasanya dapat mengetahui karakteristik seorang siswa dengan cara memahami peribadi siswa masing-masing melalui pengetahuan atau penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan maupun melalui perilaku siswa secara langsung. Namun tidak semua guru dapat melakukan hal tersebut, karena memahami pribadi seorang siswa tidaklah mudah karena tingkat pemahaman seorang siswa itu berbeda-beda. Sehingga guru dituntut untuk belajar memahami akan perkembangan pribadi seorang siswa.
Dengan demikian pemahaman guru terhadap pribadi siswa diharapkan mampu membimbing dan mengarahkan siswa agar dapat memahami akan materi pelajaran yang diberikan dengan baik. Baik menggunakan metode pengajaran tertentu maupun pendekatan guru terhadap siswa sendiri. Sehingga peran guru untuk menghasilkan siswa yang baik berdasarkan sikap maupun tingkat kecerdasan otak seorang siswa dapat tercapai.


B.     Rumusan masalah

1.      Apa yang di maksud dengan pemahaman pribadi siswa ?
2.      Apa saja factor yang mempengaruhi pemahaman pribadi siswa?
3.      Apa saja tingkatan pemahaman pribadi siswa?
4.      Bagaimana cara mengevaluasi pemahaman siswa?
5.      Usaha-usaha apasaja yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan pemahaman siswa?

C.    Tujuan

Penulisan makalah ini adalah bertujuan untuk mengetahui pemahaman guru akan pribadi seorang siswa dan mencari tolak ukur akan pemahaman maupun daya tangkap seorang siswa terhadap materi yang diberikan. Makalah ini juga bertujuan untuk mencari solusi agar seorang guru mampu membimbing dan mengarahkan seorang siswa untuk mencapai pemahaman melalui kemampuan dan pribadi siswa.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian pemahaman

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dikatakan bahwa pemahaman adalah mengerti benar atau mengetahui benar.
Pemahaman yang diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksudnya dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar, memahami maksudnya menangkap maknanya adalah tujuan akhir dari setiap mengajar. Pemahaman memiliki arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada proposinya. Tanpa itu, maka skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna.
Dalam belajar unsur komprehention/pemahaman itu tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur psikologis yang lain. Dengan motifasi, konsentrasi dan reaksi, maka subjek belajar dapat mengembangkan faktorfaktor ide/skill. Kemudian dengan unsur organisasi, maka subyek belajar dapat menata hal-hal tersebut secara bertautan menjadi suatu pola yang logis. Karena mempelajari sejumlah data sebagaimana adanya, secara bertingkat/berangsur subyek belajar mulai memahami artinya dan implikasi dari persoalan secara keseluruhan.
Perlu diingat bahwa komprehention/pemahaman itu adalah bersifat dinamis. Dengan ini diharapkan, pemahaman akan bersifat kreatif. Ia akan menghasilkan imajinasi dan fikiran yang tenang, akan tetapi apabila subjek belajar atau siswa betul-betul memahami materi yang disampaikan oleh gurunya, maka mereka akan siap memberikan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar. Dengan demikian jelaslah, bahwa comprehention atau pemahaman merupakan unsur psikologis yang sangat penting dalam belajar
Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata “Paham” yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Sedangkan pemahaman siswa adalah proses, perbuatan, cara memahami sesuatu. Dan belajar adalah upaya memperoleh pemahaman, hakekat belajar itu sendiri adalah usaha mencari dan menemukan makna atau pengertian. Berkaitan dengan hal ini J. Murshell mengatakan: “Isi pelajaran yang bermakna bagi anak dapat dicapai bila pengajaran mengutamakan pemahaman, wawasan (insight) bukan hafalan dan latihan. Definisi di atas, tidak bersifat operasional, sebab tidak memperlihatkan perbuatan psikologis yang diambil seseorang jika ia memahami. Maka arti pemahaman yang bersifat operasional adalah:
1.      Pemahaman diartikan sebagai melihat suatu hubungan
Pemahaman disini mengandung arti dari definisi yang pertama, yakni pemahaman diartikan mempunyai ide tentang persoalan. Sesuatu itu dipahami selagi fakta-fakta mengenai persoalan itu dikumpulkan.
2.      Pemahaman diartikan sebagai suatu alat menggunakan fakta
Pemahaman ini lebih dekat pada definisi yang kedua, yakni pemahaman tumbuh dari pengalaman, disamping berbuat, seseorang juga menyimpan hal-hal yang baik dari perbuatannya itu. Melalui pengalaman terjadilah pengembangan lingkungan seseorang hingga ia dapat berbuat secara intelegen melalui peramalan kejadian. Dalam pengertian disini kita dapat mengatakan seseorang memahami suatu obyek, proses, ide, fakta jika ia dapat melihat bagaimana menggunakan fakta tersebut dalam berbagai tujuan.
3.      Pemahaman diartikan sebagai melihat penggunaan sesuatu secara produktif 
Dalam hal ini pemahaman diartikan bilamana seseorang tersebut dapat mengimplikasikan dengan suatu prinsip yang nanti akan diingat dan dapat digunakannya pada situasi yang lain. Pencapaian pemahaman siswa dapat dilihat pada waktu proses belajar mengajar. Sebagaimana kegiatan-kegiatan yang lainnya, kegiatan belajar mengajar berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan (pemahaman) siswa dalam mencapai tujuan yang diterapkan maka evaluasi hasil belajar memiliki saran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan yang diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan intelektual, menurut taksonomi (penggolongan) ranah kognitif ada enam tingkat, yaitu:
a.       Pengetahuan, merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingat kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari.
b.      Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya berupa kemampuan memantau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya.
c.       Penggunaan atau penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi yang sesuai dengan situasi yang kongkret dan situasi baru.
d.      Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke dalam struktur yang baru.
e.       Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok
ke dalam struktur yang baru.
f.       Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. Sedangkan ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan perseprual, keharmonisan (ketepatan), gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.


B.     Tingkatan atau indikator pemahaman siswa

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang, mulai dari yang sangat operasional dan konkret yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal. Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran antara serta sasaran kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi siswa / anak didik seperti:
1.      Kecerdasan dan bakat khusus,
2.      Prestasi sejak permulaan sekolah,
3.      Perkembangan  jasmani dan kesehatan,
4.      Kecenderungan emosi dan karakternya,
5.      Sikap dan minat belajar,
6.      Cita-cita ,
7.      Kebiasaan belajar dan bekerja, 
8.      Hobi dan penggunaan waktu senggang,
9.      Hubungan  sosial di sekolah dan di rumah,
10.  Latar belakang keluarga,
11.  Lingkungan tempat tinggal,
12.  Dan sifat-sifat khusus dan kesulitan belajar anak didik. 
Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evaluasi, selain itu guru mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala sekolah, orang tua, serta instansi yang terkait.
Pemahaman adalah hasil belajar, misalnya anak didik dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan guru atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dari aspek pribadi siswa di atas pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori:
1.      Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya: dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
2.      Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian.
3.      Tingkat ketiga (tingkat tertinggi) adalah pemahaman ekstrapolasi tertulis dapat membuat ramalan konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus atau masalahnya.

C.    Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa

Tingkah laku individu merupakan perwujudan dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan inti kodrat manusia. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kegiatan sekolah pada prinsipnya juga merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami tingkat kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran.
Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa , guru dapat memberikan pelajaran  setepat mungkin, sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.                   
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman sekaligus keberhasilan belajar siswa ditinjau dari segi komponen pendidikan adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Sedikit banyaknya Perumusan juga tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru sekaligus akan mempengaruhi kegiatan belajar anak didik.

2.      Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesionalnya. Dalam satu kelas anak didik satu berbeda dengan yang lainnya nantinya akan mempengaruhi pula dalam keberhasilan belajar. Dalam keadaan yang demikian ini seseorang guru dituntut untuk memberikan suatu pendekatan belajar yang sesuai dengan keadaan anak didik sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
3.      Anak didik
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang kesekolah. Maksudnya adalah anak didik disini tidak terbatas oleh usia muda, usia tua atau telah lanjut usia. Anak didik yang berkumpul di sekolah mempunyai bermacam-macam karakteristik kepribadian, sehingga daya serap (pemahaman) siswa yang didapat juga berbeda-beda dalam setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, karena itu dikenallah adanya tingkat keberhasilan yaitu tingkat maksimal, optimal, minimal atau kurang untuk setia bahan dengan dikuasai anak didik.
Dengan demikian dapat diketahui, bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan mengajar sekaligus hasil belajar yaitu pemahaman siswa.
4.      Kegiatan pengajaran
Kegiatan pengajaran adalah proses terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan pengajaran meliputi bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang sehat, strategi belajar yang digunakan pendekatan-pendekatan, metode dan media pembelajaran serta evaluasi pengajaran. Dimana hal-hal tersebut jika dipilih dan digunakan secara tepat, maka akan mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar.
5.      Bahan dan alat evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari siswa dalam rangka ulangan (evaluasi).
Alat evaluasi meliputi cara-cara dalam menyajikan bahan evaluasi diantaranya adalah : benar – salah (true – false), pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan (matching), melengkapi (completion) dan essay.
Penguasaan secara penuh (pemahaman) siswa tergantung pula pada bahan evaluasi yang diberikan guru kepada siswa. Hal ini berarti jika siswa telah mampu mengerjakan/menjawab bahan evaluasi dengan baik, maka siswa dapat dikatakan paham terhadap materi yang diberikan waktu lalu.
6.      Suasana evaluasi (suasana belajar)
Keadaan kelas yang tenang, aman, disiplin adalah juga mempengaruhi terhadap tingkat pemahaman siswa pada materi (soal) ujian yang berlangsung, karena dengan pemahaman materi (soal) ujian yang berlangsung, karena dengan pemahaman materi (soal) ujian berarti pula mempengaruhi terhadap jawaban yang diberikan siswa, jadi tingkat pemahaman siswa tinggi, maka keberhasilan proses belajar mengajarpun akan tercapai.
Tentunya masih banyak faktor/unsur-unsur yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar/pemahaman anak didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain sebagai berikut :
a.       Faktor internal
·         Faktor jasmaniah (fisiologi) meliputi ; keadaan panca indra yang sehat tidak mengalami cacat (gangguan) tubuh, sakit atau perkembangan yang tidak sempurna.
·          Faktor psikologis meliputi keintelektualan (kecerdasan), minat bakat, dan potensi prestasi yang dimiliki.
·         Faktor kematangan fisik atau psikis.
b.      Faktor eksternal
·         Faktor sosial, meliputi : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kelompok, lingkungan masyarakat
·         Faktor budaya, meliputi ; adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian
·         Faktor lingkungan fisik, meliputi ; fasilitas rumah, fasilitas sekolah
·         dalam lingkup pembelajaran
·         Faktor lingkungan spiritual (keagamaan)
Pemahaman diri (minat, abilitas, kepribadian, nilai-nilai dan sikap, kelebihan dan kekurangan) di pengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal di atas , faktor internal yang turut mempengaruhi pemahaman diri siswa ditentukan oleh diri terbuka dan tertutup. Kepribadian yang terbuka berkonstribusi positif terhadap pemahaman diri, sedangkan kepribadian yang tertutup adalah faktor penghambat dalam pemahaman diri. Sedangkan faktor eksternal (lingkungan) yang mempengaruhi pemahaman diri antara lain, lingkungan keluarga, teman sebaya, dan sekolah.

D.    Tolak ukur dalam mengetahui pemahaman siswa

Dalam proses pembelajaran, guru harus menunjukkan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri di hadapan peserta didiknya. Secara terus-menerus guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang positif, menyadarkan siswa akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliknya. Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Artinya, guru harus mampu menilai perkembangan diri peserta didik secara menyeluruh dan bersifat psikologis, tidak semata-mata bersifat matematis.
Tolak ukur pemahaman siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya aebagai mana yang dikemukakan oleh Yusuf syamsu dan Sugandhi nani (dalam Ediasri Toto Atmodiwirjo,2011:70) mengemukakan bahwa “Untuk mengembangkan kemampuan intelektual atau keterampilan berfikir siswa, yaitu tentang “core thinking skills”antara lain sebagai berikut.
a.       Mengasah ketajaman panca indra untuk menerima masukan informasi dari luar (information gathering)
b.      Mengarahkan persepsi dan perhatian (focusing) untuk menjaring informasi.
c.       Mengevaluasi, melakukan penilaian (evaluation).
d.      Mengeabstraksi, restrukturisasi, membuat ringkasan (integrating).
e.       Meyimpulkan, menduga, elaborasi (generating).
Berkaitan dengan produk hafalan, diupayakan agar anak dapat melakukan penyimpulan (inference). Beberapa strategi untuk sampai pada penyimpulan antara lain tanya apa, tanya informasi, paraphrase (merumuskan kembali bahan yang dibaca/dihafalkan) dengan kata-kata sendiri.
f.       Mengidentifiksikan ciri penting (analyzing).
g.      Mengurutkan, membedakan, mengelompokkan (organizing).
h.      Mengingat (remembering), dengan strategi antara lain pengulangan, memberi makna, membuat catatan, melakukan asosiasi pengalaman sehari-hari.
Kemampuan seorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Adapun indikator-indikator keberhasilan sebagai tolak ukur dalam mengetahui pemahaman siswa adalah sebagai berikut:
1.      Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2.      Penilaian yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
3.      Siswa dapat menjelaskan, mendefinisikan dengan kata-kata sendiri dengan cara pengungkapannya melalui pertanyaan, soal dan tes tugas.

E.     Cara evaluasi terhadap pemahaman siswa

Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing.
Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda. Ia menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what extent the educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data.
Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan “Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”
Pengertian penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) “The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or objects according to certain established rules”
a.       Tujuan Evaluasi
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi dilaksanakan dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:
1.      Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2.      Mengetahui tingkat keberhasilan Proses Belajar Mengajar
3.      Menentukan tindak lanjut hasil penilaian
4.      Memberikan pertanggung jawaban (accountability)
b.      Fungsi Evaluasi
Sejalan dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi:
1.      Selektif
2.      Diagnostik
3.      Penempatan
4.      Pengukur keberhasilan
Selain keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:
1.      Remedial
2.       Umpan balik
3.      Memotivasi dan membimbing anak
4.      Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
5.      Pengembangan ilmu
c.       Manfaat Evaluasi
v  Secara umum manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi dalam pembelajaran, yaitu :
1.      Memahami sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan kondisi dosen
2.      Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan “masalah”, dll
3.      Meningkatkan kualitas Proses Belajar Mengajar : komponen-komponen Proses Belajar Mengajar
4.      Sementara secara lebih khusus evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.
Bagi  Siswa
5.      Mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : Memuaskan atau tidak memuaskan
v  Bagi Guru
1.      Mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan : melanjutkan, remedial atau pengayaan
2.      Ketepatan materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll.
3.      ketepatan metode yang digunakan
d.      Macam-macam Evaluasi
1.      Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appeal.
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai.
Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
2.      Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
3.      Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
e.       Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif
Untuk memperoleh gambaran mengenai tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif secara lebih mendalam, berikut ini akan disajikan perbandingan antara ketiganya. Dalam membandingkan, akan ditinjau dari 9aspek, yaitu:
1.      Fungsi
2.      Waktu
3.      Titik berat atau tekanannya
4.      Alat evaluasi
5.      Cara memilih tujuan yang dievaluasi
6.      Tingkat kesulitan soal-soal tes
7.      Skoring ( cara menyekor)
8.      Cara menyekor tingkat pencapaian
9.      Metode menuliskan hasil tes
v  Ditinjau dari fungsinya
1.      Tes diagnostic
·         Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikusai atau belum
·         Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
·         Memisah-misahkan, mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.
·         Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.
2.      Tes formatif
Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.
3.      Tes sumatif
Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program, serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok.
v  Ditinjau dari segi waktu
1.      Tes diagnostic
·         Pada waktu penyaringan calon siswa
·         Pada waktu membagi kelas atau permulaan memberikan pelajaran
·         Selama pelajaran berlangsung bila guru akan memberikan bantuan kepada siswa.
2.      Tes formatif
Selama pelajaran berlangsung unutk mengetahui kekurangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya.
3.      Tes sumatif
Pada akhir unit caturwulan, semester akhir tahun, atau akhir pendidikan.
v  Ditinjau dari segi titik berat penilaian
1.      Tes diagnostic
·         Tingkah laku kognitif, afektif dan psikomotorik
·         Faktor-faktor pisik, psikologis dan lingkungan
2.      Tes formatis
Menekankan pada tingkah laku kognitif.
3.      Tes sumatif
Pada umumnya menenkankan pada tingkah laku kognitif, tetapi ada kalanya pada tingkah laku psikomotor da kadang-kadang pada afektif. Akan tetapi walaupun menekankan pada tingkah laku kognitif, yang diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi (bukan sekadar ingatan atau hafan saja).
v  Ditinjau dari alat evaluasi
1.      Tes diagnostik
·         Tes prestasi belajar yang sudah distandardisasikan
·         Tes diagnositik yang sudah distandardisasikan
·         Tes buatan guru
·         Pengamatan dan daftar cocok
2.      Tes formatif
Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.
3.      Tes sumatif
Tes ujian akhir.
v  Ditinjau dar cara memilih tujuan yang dievaluasi
1.      Tes diagnostic
·         Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat
·         Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang
·         Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan.
2.      Tes formatif
Mengukur semua tujuan instruksional khusus.
3.      Tes sumatif
Mengukur tujuan instruksional umum.



v  Ditinjau dari tingkat tes
1.      Tes diagnostic
Untuk tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang mudah, yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran) 0,65 atau lebih.
2.      Tes formatif
Belum dapat ditentukan.
3.      Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70. Ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.
v  Ditinjau dari skoring (cara mengukur)
1.      Tes diagnostic
Menggunakan standar mutlak dan standar relatif (criterion   referenced and normreferenced)
2.      Tes formatif
Menggunkan standar mutlak (criteron referenced).
3.      Tes sumatif
Kebanyakan menggunakan standar relatif (norm referenced),  tetapi dapat pula dipakai standar mutlak (criterion refenced).
v  Ditinjau dari tingkat pencapaian
Tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai siswa dalam setiap tes.
1.      Tes diagnostik
Untuk tes diagnostik yang bersifat memonitor kemajuan, tingkat pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya. Tindakan guru selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostik.
Tes prasyarat adalah tes diagnostik yang bersifat khusus. Fungsinya adalah untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat yang sangat penting untuk kelanjutan studi bagi pengetahuan berikutnya. Untuk ini maka tingkat pengusaannya dituntut 100%.
2.      Tes formatif
Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus.
3.      Tes sumatif
Sesuai dengan fungsinya yaitu memberikan tanda kepada siswa bahwa meraka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan kelompoknya, maka tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai.
v  Ditinjau dari cara pencatatan hasil
1.      Tes diagnostic
Dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil
2.      Tes formatif
Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.
3.      Tes sumatif
Keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan  yang dicapai.
f.       Prinsip Evaluasi
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1.      Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat     penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. à patokan : Kurikulum/silabi.
2.      Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3.      Agar hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya     komprehensif.
4.      Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1.      Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.
2.      Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
3.      Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan     PAN)
4.       Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar     mengajar.
5.      Penilaian harus bersifat komparabel.
6.      Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.
g.      Pendekatan Evaluasi
Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).
1.      Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk
rentang skor berikut:
Rentang Skor Nilai
80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E / Tidak lulus
2.      Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya. Sehingga akan terjadi penyebaran kemampuan menurut kurva normal.
h.      Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan standard deviation)

F.     Usaha-usaha dalam meningkatkan pemahaman siswa

Agar seorang guru dalam meningkatkan pemahaman siswa , guru harus memilik cirri-ciri:
1.      Memperhatikan Pribadi Murid
Guru yang efektif dan profesional amat care (perhatian) pada pribadi para peserta didiknya dan menampakkan hal itu sehingga para peserta didik merasakannya. Perhatian personal seperti ini paling dapat dirasakan dari tatapan mata di antara guru dengan para pserta didiknya: tatapan mata perhatian dan suportif. Guru yang sungguh memerankan “caring” akan lebih sering memberikan peneguhan dan dorongan semangat. Karakteristik dari “caring” ini banyak bentuknya, seperti: kesabaran, kepercayaan, kejujuran dan keberanian; juga mendengarkan dengan empatik, memahami, mengenal masing-masing peserta didik secara individu, hangat dan penyemangat; dan di atas semuanya itu, cinta pada pribadi peserta didik.

a.       Mendengarkan (Listening)
Guru yang efektif mampu mendengarkan penuh empatik, tidak hanya mendengarkan apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi terlebih tentang kehidupan peserta didiknya secara umum. Sikap dan tindakan berarti menghargai tiap hal yang diungkapkan oleh sang peserta didik. Para pserta didik butuh perhatian dan pendampingan, dan mereka amat menghargai guru yang baik dan suka menyemangati. Dalam tindakan seperti itulah tampak bahwa guru itu sungguh care atau tidak terhadap peserta didiknya.

b.      Memahami (Understanding)
Peserta didik sangat menghormati guru yang memahami apa yang menjadi masalah dan pertanyaan mereka. Hasil wawancara dengan pserta didik secara konsisten menampakkan bahwa para siswa ini menginginkan guru yang dapat mendengarkan keluh kesah, pemikiran, dan masalah mereka serta dapat membantu mereka mencari jalan keluar darinya. Para siswa merindukan sosok guru yang mengembangkan sikap saling menghargai antar guru-siswa, merindukan sosok yang berbagi tentang hidup pribadi dan pengalamannya. Guru yang siap sedia untuk siswa juga mendapatkan nilai penghargaan yang tinggi. Peserta didik ingin melihat guru sebagai pribadi yang autentik dengan perhatian dan empati yang tulus terhadap anak didiknya.
c.       Mengenal Murid (Knowing Students)
Guru yang efektif dan care mengenal sungguh muridnya secara formal maupun informal. Dia menggunakan kesempatan untuk terus menjaga komunikasi yang terbuka dengan anak didik. Dia tahu siswanya secara individual, tidak hanya mengerti masing-masing gaya belajar dan kebutuhanakademiknya, tetapi juga mengenal mereka secara personal, apa yang mereka suka atau tidak suka, situasi dirinya yang bisa jadi mempengaruhi perilaku dan penampilannya di sekolah. Guru yang efektif mengenal mereka pertama-tama sebagai person, baru kemudian sebagai siswa.
2.      Menghargai dan Memperlakukan Secara Sama Masing-Masing Pribadi
Guru yang efektif mengerti sungguh bagaimana menjaga kredibilitas dirinya. la akan berusaha untuk menekankan nilai-nilai penghargaan dan perlakuan yang sama kepada tiap-tiap pribadi muridnya. Selain itu, la pun menjadi model dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut. Murid sangat menghormati guru yang memperlakukan mereka secara adil, tidak pilih kasih. Dan kalaupun ada anak yang bertindak keliru, akan lebih dihargai oleh siswa jika guru tidak menasihatinya di depan seluruh kelas atau di depan teman-temannya, melainkan ia berbicara berdua dari hati ke hati, lalu mengatakan apa yang keliru serta memberikan masukan untuk tindakan yang benar dan baik. Siswa sangat menghargai guru yang tidak membeda-bedakan mereka berdasarkan ras, latar belakang budaya, dan gender.
3.      Interaksi Sosial dengan Murid
Interaksi sosial dengan siswa adalah kesempatan baik bagi guru untuk mengembangkan perhatian, perlakuan yang adil, dan rasa hormat pada anak didiknya. Kemampuan seorang guru untuk melakukan interaksi positif dan hubungan yang saling menghargai, sungguh memainkan peranan yang kuat dalam menumbuhkan suasana pembelajaran yang positif dan meningkatkan keberhasilan siswa. Kehadiran guru dalam kegiatan olah-raga, konser musik, atau acara-acara yang melibatkan partisipasi siswa, amatlah berharga bagi anak didik. Interaksi sosial yang konstruktif antara guru dan siswa tidak hanya memberi sumbangan positif terhadap proses pembelajaran dan pencapaian belajar murid, tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri siswa dengan cara menumbuhkan dalam diri mereka rasa memilki kelas dan sekolah (sense of belonging). Dan melalui interaksi sosial seperti ini, guru dengan lebih mudah memberikan tantangan yang realistis kepada masing-masing siswa untuk meraih sukses.
4.      Mendorong Antusiasme dan Motivasi untuk Belajar
Guru dapat dengan lebih efektif memotivasi murid dengan cara mendorong mereka untuk secara pribadi bertanggung jawab atas cara belajar, cara mengatur suasana kelas, menetapkan standar yang cukup tinggi, melontarkan tantangan-tantangan, ser­ta memberikan penguatan dan semangat dalam mengerjakan tugas-tugas. Siswa akan melihat sosok guru yang efektif seperti ini sebagai sosok pemimpin yang memotivasi. Meskipun sadar bahwa ada beberapa murid mungkin lebih suka duduk tenang, guru yang efektif tidak berhenti untuk terus memberikan moti­vasi dan melibatkan anak itu.
Karena seorang guru yang sadar bahwa tiap-tiap siswa punya level motivasi yang berbeda-beda, guru haruslah dapat secara kreatif menemukan strategi yang cocok untuk masing-masing. Ia tahu bagaimana memberikan dukungan kepada siswa yang sudah memiliki motivasi intrinsic, sekaligus ia terus mencari jalan bagaimana memberikan motivasi ekstrinsik bagi siswa yang membutuhkannya.
Guru yang efektif mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan membekali para siswa dengan keahlian strategi belajar sesuai kapasitas dan interes masing-masing individu. Sejalan dengan tindakan menyediakan keahlian strategi belajar, tindakan melatihkan proses berpikir yang lebih tinggi akan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, selalu baru,dan tidak membosankan. Guru yang memiliki dan menampakkan api semangat hidup dan antusiasme merupakan faktor yang amat penting dalam memperkuat motivasi anak didik.
5.      Sikap terhadap Profesi Mengajar
Guru yang efektif memiliki dedikasi tinggi kepada pribadi siswa dan terhadap tugas mengajarnya. Dalam dirinya tertanam sikap bahwa ia bertanggung jawab atas keberhasilan anak-anak didiknya. Ia mengusahakan berbagai strategi pembelajaran un­tuk melayani kebutuhan cara belajar muridnya yang bervariasi, dengan satu tujuan: anak didiknya sukses.
Guru yang efektif suka bekerja secara kolaboratif dengan kolega staf pendidik, suka berbagi ide, mau membantu teman yang kesulitan, dan terlebih membantu guru yang masih baru. la selalu terbuka dan ingin terns mengembangkan dirinya sebagai guru yang profesional, misalnya: mengikuti seminar, workshop, training, pengembangan profesionalitas guru, dan sebagainya. Ia menuntut dirinya sendiri untuk tiada henti belajar dan mengem­bangkan diri sebagaimana ia menuntut murid-muridnya untuk belajar dan berkembang.
6.      Sikap Reflektif
Guru yang efektif juga memperlihatkan sikap dan tindakan hidup reflektif. Ia selalu mengevaluasi kinerjanya dan proses mengajarnya di kelas. Ia juga melakukan evaluasi diri dan kritik diri sebagai alat bantu untuk mengupayakan yang lebih baik di hari esok. Guru yang reflektif akan memotret dirinya sebagai murid yang belajar. Ia selalu ingin tahu hal-hal baru tentang seni dan teori mengajar, juga tentang dirinya sendiri sebagai guru yang efektif. Secara berkesinambungan ia mengembangkan pembelajaran dan mencoba pendekatan-pendekatan baru agar semakin dapat melayani kebutuhan masing-masing siswanya dengan lebih baik.
Riset mendefinisikan guru reflektif sebagai pribadi yang introspektif, artinya : mereka selalu mencari pemahaman yang lebih mendalam akan pengajaran melalui studi lanjut atau membaca buku-buku profesionalitas. Dengan cara melakukan refleksi setiap waktu, guru berkehendak untuk menjadi pendidik yang lebih baik dan menanamkan sesuatu yang berbeda (sesuatu yang positif) dalam hidup para muridnya. Guru yang efektif membuka hati terhadap masukan dan kritik konstruktif demi perkembangan pribadi dan keterampilannya; lalu mereka akan merefleksikannya dan belajar untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Adapun usaha-usaha guru dalam meningkatkan pemahaman siswa antara nlain:
1.      Memperbaiki proses pengajaran
Langkah ini merupakan langkah awal dalam meningkatkan proses pemahaman siswa dalam belajar, perbaikan proses pengajaran meliputi : perbaikan tujuan pembelajaran, khususnya tujuan instruksional khusus bahan (materi) pelajaran, metode dan media yang tepat serta pengadaan evaluasi belajar, yang mana evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan. Evaluasi ini dapat berupa tes formatif, subsumatif, sumatif.

2.      Adanya kegiatan bimbingan belajar
Kegiatan bimbingan belajar merupakan bantuan yang diberikan kepada individu tertentu (siswa) agar dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara optimal. Ini menunjukkan bahwa bimbingan belajar ini hanya diberikan kepada individu tertentu yaitu siswa yang dipandang memerlukan bimbingan tersebut. Adapun tujuan kegiatan bimbingan belajar adalah :
a.       Mencatat cara-cara belajar yang efektif dan efisien bagi siswa
b.      Menunjukkan cara-cara mempelajari dan menggunakan buku pelajaran
c.       Memberikan informasi dalam memilih bidang studi program, jurusan dan kelompok belajar yang seusai dengan bakat, minat, kecerdasan dan lain-lain.
d.      Membuat tugas sekolah baik individu / kelompok
e.       Menunjukkan cara-cara menyelesaikan kesulitan belajar.

3.      Penambahan waktu belajar dan pengadaan feed back (umpan balik) dalam belajar
Dalam pembelajaran, seorang siswa harus diberi waktu yang sesuai dengan bakat mempelajari pelajaran, tugas kemampuan siswa dalam memahami pelajaran dan kualitas pelajaran itu sendiri. Sehingga dengan demikian siswa dapat belajar dan mencapai pemahaman yang optimal.
Disamping penambahan waktu belajar guru juga harus sering mengadakan Feed Back (umpan baik) sebagai pemantapan belajar. Umpan balik merupakan observasi terhadap akibat perbuatan (tindakan) dalam belajar. Hal ini dapat memberikan kepastian kepada siswa apakah kegiatan belajar telah/belum mencapai tujuan. Bahkan dengan adanya Feed Back jika terjadi kesalahan pada anak, maka anak akan segera memperbaiki kesalahannya.

4.      Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau tindakan tertentu. perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Motivasi ini dapat memberikan dorongan yang akan menunjang kegiatan belajar siswa. Dalam hal ini guru bertindak sebagai “motivator” terhadap siswa. Motivasi belajar dapat berupa : motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang timbul untuk mencapai tujuan yang datang dari luar dirinya. Misalnya ; guru memberikan pujian (penghargaan), hadiah, perhatian/menciptakan suasana belajar sehat. Sedangkan motivasi intrinsik adalah dorongan agar siswa melakukan kegiatan belajar atas dasar keinginan dan kebutuhan serta kesadaran diri sendiri sebagai siswa.

5.      Kemauan belajar
Adanya kemauan dapat mendorong belajar dan sebaliknya tidak adanya kemauan dapat memperlemah belajar. Kemauan belajar merupakan hal yang penting dalam belajar. Karena kemauan merupakan fungsi jiwa untuk dapat mencapai tujuan dan merupakan kekuatan dari dalam jiwa seseorang. Artinya seseorang siswa mempunyai suatu kekuatan dari dalam jiwanya untuk melakukan aktivitas belajar.

6.      Remedial teaching (pengajaran perbaikan)
Remedial teaching adalah suatu pengajaran yang bersifat membetulkan (pengajaran yang membuat menjadi baik). Dalam proses belajar mengajar siswa dihadapkan dapat mencapai pemahaman (hasil belajar) yang optimal sehingga jika ternyata siswa belum berhasil. Maka diperlukan suatu bimbingan khusus yaitu remedial teaching dalam rangka membantu dalam pencapaian hasil belajar. Adapun sasaran pokok dari tindakan remedial teaching adalah :
a.       Siswa yang prestasinya dibawah minimal, diusahakan dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal.
b.      Siswa yang sedikit kurang/telah mencapai bakat maksimal dalam keberhasilan akan dapat disempurnakan atau ditinggalkan pada program yang lebih tinggi lagi.




7.      Keterampilan mengadakan variasi
Variasi disini mengandung arti suatu kegiatan guru dalam proses belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid. Sehingga situasi belajar mengajar murid senantiasa aktif dan terfokus pada mata pelajaran yang disampaikan.
Keterampilan ini meliputi ; variasi dalam cara mengajar guru, variasi dalam penggunaan media dan metode belajar, seta variasi pola interaksi guru dan murid.
Dengan keterampilan mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar ini, memungkinkan untuk membangkitkan gairah belajar, sehingga akan di temukan suasana belajar yang “hidup” artinya antara guru dan murid saling berinteraksi, tidak ada rasa kejenuhan dalam belajar. Dengan keadaan demikian, pemahaman siswa mudah tercapai bahkan akan menemukan suatu keberhasilan belajar yang diinginkan.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dengan memahami pribadi siswa, seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realistis terhadap anak dan remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada anak usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua dan guru. Sebaliknya, jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan rangsangan untuk lebih mengembangkan kemampuannya.Guru akan lebih mudah dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku tertentu seorang anak.
Dengan memahami pribadi siswa guru juga akan lebih mudah dalam mengenali kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai, sehingga guru dapat mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan perilakunya. Dan guru sebagai pengajar  akan lebih mudah dalam memberikan bimbingan belajar yang tepat pada peserta didik. 

B.     Saran

Sebagai guru hendaknya mengerti benar akan pemahaman pribadi siswa, baik secara langsung maupun tidak lansung, karena guru juga berperan dalam perkembangan siswa sendiri. Guru juga harus mampu memahami tingkatan kesulitan pemahaman siswa agar guru dapat memberikan solusi bagi mereka.



DAFTAR PUSTAKA

Arikuto, Suharsimi.1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara 
Desmita.2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Rosdakarya
Sadirman, A.M.1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali, Pers
Sukmadinata, N S.2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Rosdakarya
Syaiful Bahri Djamarah.1996. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta ; PT. Rineka Cipta

3 komentar:

  1. terima kasih info yang lengkap ini sangat membantu.!


    Visit : http://www.herbalonlinetop.com/2015/09/obat-tradisional-untuk-sakit-kencing-manis.html

    BalasHapus
  2. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus